Rabu, 01 September 2010

Latino...

"Rindu suasana taman cemara ini..waktu habis bermain bersama Latino saat kecil dulu..kemana dia sekarang?"

***
 Ku lihat mobil ayah menghampiri mengajakku pulang dari taman cemara itu. Seluruh tema hari itu adalah rindu. Rindu akan kebiasaan ayah bangunkan aku dipagi hari, rindu bunda yang selalu menciumku saat hendak aku akan tidur, rindu taman cemara, dan tentu kamu.. Latino.

Lama rasanya aku mati suri meninggalkan masa lalu. Sepuluh tahun sudah udara segar taman itu tak ku hirup. Tahu-tahu aku sudah termakan waktu menjadi gadis dewasa seperti sekarang.

"Ayah..aku izin pergi ke taman dulu ya.."

*taaaaaaaaaaapppp..*

"Siera..taman ini aku beri nama taman cemara..bagus kan?"
"Kenapa taman cemara??dimana pohon cemaranya??"
"Sejuk Siera..seperti hatiku saat lihat kamu mengejarku mengitari setiap pohon saat main petak umpet."

*tapppppppp...*

"Aku kesepian Latino..jangan bermain petak umpet lagi..kita sudah dewasa sekarang."

Perlahan aku gerakkan kaki pada satu pohon besar tempatku dan Latino berbaring saat rasa lelah datang sehabis bermain. Pohonnya sudah tua, daunnya sudah banyak berevolusi menjadi sampah kering selama sepuluh tahun terakhir ini. Aku baringkan lagi tubuhku di atas sisa-sisa sampah dedaunan kering yang sudah jatuh dan berantakan begitu saja.

*taaaappppp*
"Kalau sudah besar nanti..kamu menikah denganku ya..aku janji akan menikahimu.."

*taaaaappppp*

"Aku mau."
Seperti orang gila berbicara sendiri sambil berbaring. Tapi aku merasa Latino kecil berbicara padaku. Dekat..terasa dekat hingga senja membangunkanku untuk kembali ke rumah. Oh..aku sempat tertidur.

***

Senin. Aku mulai mencari-cari pekerjaan yang cocok denganku. Sehari dua hari terus menunggu panggilan yang tak kunjung datang. Selama itu pula aktifitasku habis untuk berbaring dibawah pohon di taman cemara, tanpa Latino. Sebulan dua bulan ponselku berdering. Salah satu perusahaan akomodasi di Bandung memintaku datang ke kantornya untuk wawancara pekerjaan yang "katanya" cocok dengan latar belakang pendidikanku. Seminggu sudah menunggu kembali jawaban wawancara akupun mendapat jawaban yang tidak mengecewakan. Ayah pernah bilang "mencari pekerjaan dengan usaha sendiri, lebih terasa syukurnya dibanding dititipkan kerja oleh seseorang yang sudah lebih lama di tempat kerja itu".

Baik, terhitung hari ini aku mulai menyibukkan diri di kantor baruku sebagai Sales Excecutive salah satu hotel bintang lima di Bandung. Tak sia-sia ayah mengajakku pindah ke Swiss selama sepuluh tahun. Selain Inggrisku menjadi aktif, sekolah pariwisata terbaikpun sempat aku jamah selama empat tahun. Dan inilah implementasinya.

Tugas pertamaku, mengenal sedikit demi sedikit karyawan yang bekerjasama denganku dalam satu divisi. Ku lihat namanya satu persatu dari bawah. Ari, Devan, Maula, Latino. Latino???? telunjukku mengarah pada posisi jabatan Latino, Sales Excecutive Assistant.

" Maula..saya minta tolong karyawan marketing semuanya ke ruangan saya ya.." tut..tut..tut..(by.phone)

Ku perhatikan raut wajahnya satu persatu. Ku sebutkan namanya untuk meyakinkan.

"Latino yang mana?"
"Sedang sales call, Bu."

***
Nama karyawan itu sama dengan Latino kecil, mungkin itu ia? bagaimana ia sekarang? dimana ia tinggal sekarang? masih ingatkah ia padaku? Ah ! terlalu banyak pertanyaan bersarang di otakku. Besok saja aku buktikan sendiri di kantor.

Malam hari ayah mengajakku dan bunda untuk makan malam di luar. Menikmati perbedaan kota kembang sepuluh tahun lalu dan sekarang. Ramai sama seperti sepuluh tahun lalu, banyak bangunan baru berjejer berdekatan, banyak pula pepohonan yang tumbang oleh mesin pemotong, membuat kesan panas jika matahari sedang beraktifitas.

Mobil berhenti di salah satu rumah makan jepang di kawasan jalan Sumatera Bandung. Ku lihat sosok pria tinggi tampan menggunakan blazer kantoran membawa buku catatan keluar restoran bersama seorang wanita. Tidak ku kenal siapa ia, merasa heran terus melihatku seolah-olah ia yang merasa mengenalku. Aku tak hiraukan ia, dan berjalan menghampiri meja ayah dan bunda untuk memesan makanan.

Sesekali aku melihat ke arah jendela, arah tempat parkir mobil. Siapa pria itu? Aku fikir ia sudah pergi bersama wanita tadi, namun kenyataannya pria itu masih betah melihatku dari kejauhan. Tampak malu aku melihat balik arah ia, iapun mulai beranjak pergi melajukan kemudi mobilnya.

***

Ayah sering bilang, "sebagai atasan usahakan kita datang lebih awal dari bawahan kita, meski kamu tahu itu belum masuk jam kantor. Hitung saja waktu loyalitas sebagai atasan."

Pukul tujuh limabelas aku sudah menempati kursi diruanganku. Disusul oleh Maula dan yang lainnya mulai menempati tempat kerja masing-masing.

tok..tok..tok
"Masuk."

Blasssssssssssssst ! Jantungku berdetak jauh lebih cepat dari biasanya, lututku sedikit gemetar, hatiku kacau, mataku menganga tak berkedip. Dalam hati terus bertasbih.
"ini kan??iniii pria yang semalam"

"Se..se..selamat pagi, Bu. Maaf kemarin saya belum sempat menghadap ibu. Saya sedang sales call."
"Kamu siapa?????"
"Saya Latino, Bu."

Latino menunduk, seolah malu. Aku dapat membaca kata-kata apa yang sedang ia rangkai dalam hatinya. Aku dapat merasakan apa yang ia rasakan kala itu. Dia sama bingungnya denganku bercampur malu karena semalam melihatku dari kejauhan yang kemudian berlalu karena aku balas melihatnya.

"Kamu yang semalam saya lihat kan?"

Suasana hati mencair dengan sendirinya. Mencoba untuk tetap tenang menghadapi pria satu ini. Dia manggut-manggut saat aku bertanya seperti itu.

"Maafkan saya Bu."
"Atas?"
"Semalam saya memperhatikan Ibu dari luar restoran."
"Boleh tahu alasannya?"
"Saya seperti mengenal Ibu, tapi saya lupa dimana."

Blaaaaaaasssstttt ! Hatiku kembali kacau. Pertanyaan bertubi-tubi menyerang secara bersamaan mendengar perkataan Latino.

"Baik..saya sudah tahu kamu sekarang. Silakan kembali ke mejamu sekarang."

Latino menutup pintu ruanganku, hentak sepatunya ku dengar menjauh dari arah pintu ruanganku.
Penyakit hati menyerang kembali hingga sampai di rumah.

***

Dengan pakaian kantor, aku berjalan menuju taman cemara. Aku melihat taman cemara ada yang mengunjungi. Bukan aku, dia laki-laki dan memunggungiku. Sepertinya aku kenal. Ku hampiri ia yang sedang meraba dahan pohon tua besar itu. Ku sentuh pundak kirinya lembut, tapi laki-laki itu tidak merasakan sentuhanku.

"Aku rindu kamu..dimana kamu?aku sudah dewasa sekarang.."

Keningku mengkerut saat pria itu berbicara. Ia jujur seperti tidak ada orang yang sedang memperhatikan ia, suara sampah dedaunan kering tidak cukup membuat ia peka akan kehadiran seseorang rupanya. Aku berbaring biarkan ia sampai waktu menyadarkan bahwa tidak hanya ia yang sedang berada disana. Namun kelamaan, bukannya sadar ia malah ikut berbaring disebelahku, tanpa melihatku disampingnya.

Mataku terpejam melihat langit yang terhalang dahan-dahan pohon besar tepat di bawah tempatku berbaring. Rupanya lelaki itu melihatku.

"Siera..."

Aku diam. Berusaha mengendalikan diri dan menyadari ini hanya mimpi. Perlahan bukan hanya suara panggilan memanggil namaku, tanganku seakan ada yang menggenggam halus. Akupun buka suara tanpa membuka mata.

"Inikah kamu, Latino?Tanganmu tidak seperti anak kecil lagi."
"Aku bawahanmu..Latino yang kini sudah tumbuh dewasa."

Mataku spontan membuka. Bangun dari baringan lalu melihat pria disamping secara nyata.

"Latino????" Setengah tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Ia benar-benar Latino. Karyawanku, Latino kecilku.

"Aku sudah dewasa sekarang, Siera.."
"Aku tahu.."
"Aku tidak mengenalmu."
"Tapi aku..masih mengenalmu, Siera.."
"Bagus kalau begitu."
"Aku akan menikah."
"Itu ucapanmu dulu. Kamu ingat?"
"Ya..aku ingat. Terlalu lama aku menunggu..kamu.."
"Aku sendiri.."
"Aku tidak."
"Maaf..aku harus pulang."

Latino menahan tanganku lalu menarikku keras hingga terlempar keras dalam tubuhnya. Aku menangis. Latino memeluk tubuhku hangat, pekat sesekali mencium keningku.

"Aku rindu kamu, Siera.. Pergi tanpa pamit itu tidak baik. Membiarkan anak kecil menunggu hingga dewasa bermain dengan kenangan. Kemana kamu selama ini? Aku kesepian."

"Aku kembali untuk kamu. Untuk bermain lagi di taman cemara seperti dulu. Aku fikir masih bisa, ternyata sudah berpenghuni. Maaf..aku harus pulang."

Latino melepas pelukannya, tidak lantas membiarkanku pergi begitu saja. Ia mencopot cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya itu.

"Lihat ini, Siera ! Aku melempar cincinku ! Silakan kamu cari di semak-semak sampah dedaunan kering temanku bermain menunggumu selama sepuluh tahun ini."

Aku terus membelakangi dia, dan meneruskan langkahku menuju rumah, namun Latino terus berteriak seolah minta aku peluk.

"Kamu tidak mencari cincinnya, Siera ! Itu artinya, masih ada hati untuk aku ! Peduli setan aku tinggalkan tunanganku untuk penuhi janjiku dulu !"

"Tuhan..bangunkan tidurkuuu..ia bukan Latino yang aku cari..tolong Tuhan..bangunkaaaannn..Aku janji tidak akan berkunjung lagi kesini, jika ini akan membuatku selalu mengingat Latino yang entah sekarang berada dimana"

Langkahku semakin menjauh. Tidak ku dengar teriakan Latino lagi. Mungkin dia sedang sibuk mencari cincin yang sempat ia buang tadi. Namun, sergap Latino berlari kencang menghampiriku yang sudah berada di ufuk jalanan.

"Jangan sembunyi lagi, Siera. Aku sudah menemukanmu. Kita tidak sedang bermain petak umpet lagi. Menikah denganku. Kita sama-sama sudah dewasa."
...........
"Jangan diam, Siera. Jawab !"

"Kamu..! Jangan bermain-main dengan tunanganmu. Aku wanita..betapa empatinya aku terhadap tunanganmu. Kamu tetap Latino kecil yang aku kenal. Jangan takut merasa kehilangan. Aku tidak akan sembunyi lagi. Aku tetap akan disini. Tidak untuk bersembunyi lagi"

"Akupun dewasa..lalu menikahlah denganku. Tunanganku mengerti..aku tidak cinta dia. Kami dijodohkan. Aku belum ucap janji nikah dengannya. Masih ada kesempatan untuk berlari menemukan hati yang sebenarnya. Jangan lari lagi. Aku butuh kamu..Siera."

Aku tak bisa menahan air mata yang terus jatuh minta diusap. Aku menyerah..terlalu banyak rindu yang aku simpan selama aku bersembunyi sepuluh tahun terakhir ini. Taman cemara tempat bermain kami semasa kecil. Taman cemara saksi janji menikah kami.. Taman cemara saksi kebahagiaan kami. Taman cemara..disitu aku bangun keluarga kecil bersama ia Latino, suamiku.

By : Rianne Rahayu
010910
(Cerpen pertama, masuk September 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar