Adzan subuh berteriak menyuruhku untuk segera bersuci dan bersujud pada Sang Khalik. Tanpa melihat, aku sudah tahu arah kemana aku harus bersuci dan kemana aku harus bersujud.
Sedari kecil, dekorasi rumahku tak pernah ibu rubah. Ini dia lakukan agar aku mudah membaca arah mana saja yang harus aku lalui untuk menuju kemana dan dari mana. Arah jalan dari rumahku menuju mesjidpun tidak ada yang merubah, sehingga aku tahu kemana arah mesjid berada.
" Bu..tidak ikut?"
" Ibu shalat di rumah saja ya. Kamu hati-hati, Suf."
Subuh ini aku pergi sendiri ke mesjid dekat rumahku untuk menunaikan shalat subuh. Ibu tidak khawatir, meski aku tidak bisa melihat, tapi aku bisa mendengar dari arah mana shalawat nabi terdengar sebelum komat shalat.
" Shodakaullahuladzim.."
" Subhanallah Yusuf..aku merasa kamu telah menyimpan semua tulisan Al-Quran ini dalam hatimu. Bagaimana kamu bisa selancar ini membaca Al-Quran tanpa melihat? "
" Kan kyai yang mengajarkan saya, hahaha "
Ya. Kyai Haji Abdillah adalah sahabatku. Ia selalu memberiku semangat untuk terus hidup dengan kekurangan dan kelebihanku. Ia merupakan seorang ayah kedua bagiku selepas tiga tahun lalu ayahku meninggal. Begitupun Kyai Haji Abdillah, ia sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri karena ia tidak memiliki anak laki-laki. Anaknya satu dan berkelamin perempuan. Namanya Maryam, orang-orang bilang dia cantik dan usianya tak jauh dariku. Sayang..aku belum pernah bertemu dan sekedar mengucap salam kepadanya lantaran dia sedang menuntut ilmu di Mesir.
***
" Yusuf.. beberapa hari lagi aku akan mengadakan syukuran untuk anakku. Kamu bisa bermain piano di acara nanti untuk memeriahkan acara? "
" InsyALLAH, kyai.. kapan syukurannya? dan syukuran apa? "
" Senin malam ini. Anakku Maryam telah menyelesaikan studinya di Mesir, dia akan kembali kesini dengan gelar sarjananya. Suatu nikmat jika disyukuri bersama akan lebih terasa indah, bukan? "
" Alhamdulillah..saya usahakan bisa, Kyai. "
Pianis. Kata ibu, aku ini anugrah yang Allah titipkan padanya. Aku diberi keahlian bermain piano tanpa melihat not-not mana yang aku mainkan. Ya! aku seorang pianis. Ironisnya, sebuah perusahaan makanan dan muniman (cafe) tertarik dengan permainan pianoku, dan sudah lima tahun setelah kelulusanku dari SMA aku dikontrak kerja oleh cafe tersebut untuk bermain piano di lounge setiap malam di akhir pekannya. Lumayan, hasilnya bisa untuk bantu ibu menyulam hidup denganku sehari-hari.
" Bu..katamu, anak Kyai Haji Abdillah sangat cantik ya? Senin depan dia akan kembali kesini. Bisakah ibu gambarkan sebetapa cantiknya dia nanti? "
" Subhanallah..anakku jatuh cinta rupanya.."
" Aku hanya ingin membayangkan dengan hatiku seberapa cantiknya dia dimata ibu. Aku percaya pada ibu. "
Aku tidak mengerti ini apa namanya. Perasaanku selalu tidak nyaman kalau aku ingat aku sedang menghitung hari menunggu kedatangan Maryam. Mungkin nanti dia akan mendengar alunan piano yang aku mainkan diacara syukurannya, meski tanpa menghampiriku dan bertanya "siapa namamu?".
Ah! Ini hari sabtu, dua hari menuju kedatangan Maryam dan aku harus melupakan kegundahanku dan kembali bekerja malam ini dan besok. Biarlah pekerjaan memakan rasa ketidaknyamananku ini, itu lebih baik.
***
Senin pagi. Aku lupa kalau ini hari dimana Maryam akan kembali, dimana hari ini acara syukuran kedatangannya. Aku lupa! karena subuh ini absen shalat di mesjid yang membuat aku tidak bertemu Kyai Abdillah untuk sedikit membahas acara nanti.
" Suf..kata Kyai Abdillah, nanti malam jangan lupa ya! Ini sudah masuk hari senin. "
Sore hari umi Fatimah istri Kyai Abdillah menyusulku untuk segera menempati acara, karena Maryam sudah dalam perjalanan menuju rumahnya bersama Kyai Abdillah.
" Baik umi..aku sudah siap. Ayo bu..kita berangkat. "
Rumah yang hanya terhalang beberapa blok saja sudah aku singgahi, umi menempatkanku di tempat duduk depan piano tempatku bermain nanti. Karena salah tingkah, akupun memainkan nada-nada pelan dalam piano untuk mencairkan suasana hatiku yang tidak karuan.
" Bantu saya ya ALLAH, jangan Kau buat jantungku berlari-lari di kandangnya. Aku semakin bingung harus berbuat apa. Astagfirullah.. "
" Assalamualaikum! "
Aku dapat mendengar suara itu. Lembut dan ikhlas melepas salam. Maryam! dia sudah tiba dirumahnya, melapas rindu bersama ibunya, umi Fatimah. Dentuman rebana yang seharusnya menyambut kedatangannya, berubah klasik menjadi shalawat badar yang aku mainkan lewat piano, semoga Maryam mendengar dan merasakan bahwa aku hadir dalam acara tersebut.
Acara berlangsung dengan suka cita dari sanak saudara Kyai Abdillah yang menyambut Maryam kembali ke rumahnya, sedang aku? meneruskan bermain piano seperti biasa saat aku bekerja.
" Abi..siapa laki-laki itu? "
" Yang mana, Maryam?? "
" Itu yang sedari tadi aku lihat dia bermain piano."
" Oh..itu Yusuf, nak. "
" Boleh aku menghampiri ia? "
" Hampirilah.."
Jemariku melambat, mendengar ucap salam "itu" lagi, kini semakin dekat, mendekat dan perlahan pundakku terasa ada yang menyentuhnya.
" Assalamualaikum, Yusuf. "
Sentak jemariku mendadak kaku untuk menyentuh not piano. Suaraku berat membalas salam sang hawa dengan semilir wewangian saat menyentuhku tadi.
" Aku disini, Yusuf. Hai..aku Maryam."
" Maaf, aku tidak bisa melihat. Aku buta, aku....Yusuf. "
" Bagaimana bisa kau bermain piano tanpa melihat? "
" Allah maha adil, Maryam. Itu kata ibuku. "
Maryam mengajakku untuk menghentikan permainan pianoku dan bergabung bersama yang lain di tempat acara. Aku mendengar Kyai Abdillah memanggilku. Aku hampiri ia yang sedang berkumpul bersama sanak saudara dan teman-temannya dari pesantren tempat Maryam pernah menuntut ilmu ditingkat Madrasah Aliyah. Kyai Abdillah memperkenalkanku sebagai anak laki-lakinya, bukan sebagai tetangganya, bukan kakak Maryam, bukan sebagai adik Maryam, tetapi sebagai anak laki-lakinya. Aku tersanjung diakui anak oleh beliau. Beberapa orang berkata kalau aku tampan. Yah..manaku tahu rupaku seperti apa, Allah tidak menitipkan sepasang bola mata sejak aku lahir. Jangankan sepasang, satu saja tidak tapi indahnya, aku masih bisa bersyukur atas alasan itu.
***
" Assalamualaikum warahmatullah.. "
Tanganku menjabat ibu selepas salam shalat subuh dirumah. Aku memaksa ibu untuk menceritakan bagaimana rupa Maryam yang kemarin malam melihatku. Ibu hanya berkata " Subhanallah! ". Baik, aku sedikit mengerti, tapi? tidak mengerti.
" Jelaskan! aku ingin tahu. "
" Cantik, Suf. Dia berjilbab, berkulit putih dan murah senyum. Sayang kamu belum bisa melihatnya. "
" Izinkan aku melihat Maryam ya ALLAH, bagaimanapun itu caranya.Amien."
----
Seperti biasa, pagi hari ibu pergi ke pasar untuk mencari bahan masakan hari ini, sedang aku melatih keterampilan jemariku untuk mencoba lagu baru yang ku dengar lewat musik player, ya..itu rutinitas pagiku menjelang Dhuha. Tidak seperti biasanya hari itu aku kedatangan tamu, tamu wanita tepatnya. Maryam! dia datang ke rumahku.
" Apa yang membuatmu datang kesini, Maryam? "
" Permainan pianomu menarikku untuk datang kesini, maaf ya. "
" Kau suka piano, Maryam? "
" Sangat suka. Itu alasan mengapa aku menghampirimu kemarin saat acara syukuran. "
Tidak lama aku berbincang ringan dengan Maryam, alarmku bunyi itu tanda aku harus mengambil wudhu dan shalat dhuha. Aku mengajak Maryam untuk ikut shalat. Tak masalah jika dia harus melepas jilbabnya didepanku, toh aku tidak dapat melihatnya.
" Maghrib ini aku akan datang lagi kesini. Jangan shalat di mesjid ya. Aku ingin dengar suaramu membaca Al-fatihah secara lantang nanti saat maghrib. Aku pamit pulang dulu ya Yusuf, silakan teruskan bermain pianonya."
Sepulang Maryam, ibu datang. Mungkin mereka bertemu di mulut pintu, karena ibu sempat bahas sedikit mengenai kedatangan Maryam barusan.
" Dia suka piano, bu.. tadi kita shalat Dhuha berjamaah. Aku senang! "
Dapat aku tebak ibu sedang senyam senyum mendengar perkataanku barusan, karena dia tidak menjawab ucapanku malah meneruskan langkahnya menuju dapur untuk memasak.
***
Pucuk dicinta ulangpun tiba, baru saja hatiku berbicara mengenai Maryam, beberapa detik dia langsung datang ke rumahku. Aku menyuruh ibu untuk tidak pergi ke mesjid maghrib ini, biar dia menemani Maryam sebagai makmumku di shalat maghrib ini.
" Terjawab sudah rasa penasaranku, memang benar ternyata.."
" Kamu bicara apa Maryam? ibu tidak mengerti. "
" Makan sajalah dulu, baru berbicara nanti selepas makan malam. "
Selepas makan malam, Maryam menjelaskan mengenai ucapan yang tadi sempat menggantung, ibu bertanya kembali pada Maryam mengenai terjawabnya sesuatu yang masih membuat aku dan ibu ambigu.
" Tadi pagi saat Dhuha, aku menebak kalau Yusuf bisa menyanyi. Sekarang semua sudah terjawab, kalau Yusuf tak hanya bisa bermain piano, tapi bisa bernyanyi juga. "
" Aku mengerti..itu alasan mengapa kamu ingin shalat Maghrib dirumahku hari ini kan? hahaha..rupanya kamu ingin mendengar bagaimana aku melagamkan Al-fatihah dan surat-surat dalam Al-Quran saat shalat yah? "
" Yah..kamu benar Yusuf. "
***
Seminggu berselang, kedekatanku dengan Maryam semakin baik. Hampir setiap harinya Maryam berkunjung kerumahku hanya untuk mendengarkan piano yang aku mainkan, pernah sekali aku bawa dia ke tempat kerjaku dan melihatku bermain piano mengiringi malam di tempat kerjaku. Dia berkata aku sangat tampan dengan blazer yang aku kenakan. Nampak seperti komposer handal normal, padahal tidak bisa melihat.
Beberapa hari ini juga aku sering menemani Maryam pergi ke panti asuhan tempat dia memberi donasi kepada anak-anak yatim didalamnya. Bertambah lagi jalanan yang harus aku hafal, rumah menuju panti asuhan. Beruntungnya Maryam selalu bersabar membantuku untuk memperhatikan jalan, tanpa tongkat bantu, genggaman tangan Maryam membuatku selalu waspada berjalan ke depan, jika dia menggenggam sedikit kencang, itu artinya didepanku harus aku hindari, entah jalan berlubang atau akan menabrak sesuatu.
Aku merasa ada yang berbeda dengan hidupku. Aku mulai ketergantungan dengan keberadaan Maryam disampingku. Ingin rasanya aku menyentuh wajahnya, membuktikan perkataan ibu bahwa Maryam itu murah senyum dan cantik.
" Izinkan aku melihat Maryam ya ALLAH, bagaimanapun itu caranya.Amien."
Doa itu refleks keluar lagi dari hatiku. Semoga Allah mendengar dan mengabulkan. Aku tunggu..waktu.
Tiga hari lewat hari selasa, Kyai Abdillah datang ke rumah bersama umi Fatimah untuk menemuiku. Nampaknya sedikit serius untuk membicarakan sesuatu delapan mata denganku. Mataku menganga saat mendengar Kyai Abdillah menyuruhku menikahi Maryam.
" Atas dasar apa Kyai berkata seperti itu pada saya?? Kata ibu, Maryam itu cantik dan murah senyum, sedangkan saya buta, Kyai.. saya tidak yakin Maryam mau saya nikahi. "
" Sayangnya, ini permintaan Maryam. Bukan mauku dan umi Fatimah. Aku pribadi dan umi Fatimah setuju kalau kamu menjadi mantuku. Ini rencanaku sebelum Maryam datang dari Mesir. Aku ingin menikahimu dengan Maryam, dan ternyata Maryam yang memintanya sendiri, ide bagus toh? "
" Insyallah saya mau.. kapan itu berlangsung Kyai? "
" Nanti aku dan ibumu akan tentukan tanggal baiknya. Kamu dan Maryam tunggu saja hari baik itu datang. Semua sudah kita atur. "
***
Tidak pernah aku mengira sebelumnya..bahkan hatikupun tidak pernah menebak bahwa seorang buta sepertiku bisa menikah, ya!menikah. Tidak pernah aku meminta untuk diberi jodoh oleh Allah, aku cukup sadar diri sebagai orang buta, belum tentu ada yang mau. Tapi aku yakin ini doa Ibu untukku, sujud syukur telah diberi seorang Ibu yang luar biasa tidak kenal lelah menjadi indera penglihatanklu selama ini. Aku sayang Ibu.
---
Harinya tlah tiba, aku akan membaca ijab kabul didepan orang banyak di mesjid dekat rumahku, mesjid tempatku bertemu pertama kalinya dengan bapak mertuaku, mesjid saksi kebahagiaanku menyunting Maryam anak bapak mertuaku.
Prosesi berjalan lancar, semua nampak suka cita melihat aku menikah dengan Maryam. Tidak aku dengar selintingan yang memojokkan Maryam dari para tamu undangan. Aku hanya kasihan pada Maryam jika itu memang ada. Gadis secantik dia mau-maunya dinikahi lelaki buta seperti saya, astagfirullah!
***
Hari-hariku nyaris sempurna, dilayani oleh istri sholehah seperti Maryam, menemani aku bekerja bermain piano setiap akhir pekan, dan..mengurus putri kecilku Nuraisyah. Ya! aku kini seorang bapak, bapak dari satu putri yang aku kira dia cantik seperti ibunya. Waktu memang berjalan cepat, entah aku terlalu menikmati berkah yang Allah beri, entah memang seperti itu adanya, yang jelas terasa hidupku sempurna.
Belum, hidupku belum sempurna. Allah belum dengarkan doaku untuk memberi amanah sepasang bola mata agar aku dapat melihat alasan mengapa aku patut bahagia. Selama ini aku hidup dari bola mata Ibu dan istriku, tidak sepenuhnya dariku sendiri. Amien.
***
" Mas, aku izin pergi ke sekolah ya..aku akan mendaftarkan Aisyah sekolah di taman kanak-kanak. "
" Ide bagus. Apakah Aisyah sudah bisa membaca? "
" Dia cukup cerdas untuk ukuran anak sesusianya, ya..meski baru bulan depan dia genap lima tahun. "
" Boleh aku menemani ke sekolah? "
Pagi itu juga selepas sholat Dhuha kami bertiga pergi menuju sekolah dimana Aisyah akan mulai belajar. Menggunakan angkutan umum tentunya, karena Maryam tidak bisa mengendarai mobil yang bapak berikan untuk kami. Tapi disitulah awal mula kebahagiaanku berubah. Ketika kami hendak turun dari angkutan umum, sebuah truk melaju kencang dari arah belakang samping kiri. Aku yang hanya bisa mendengar kedatangan suara truk itu mendekat, merasa semua baik-baik saja. Aisyah yang aku gendong sentak terlempar entah kemana. Aku mendengar Maryam berteriak memanggil namaku dan Aisyah yang terdengar sedang menangis, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi saat itu, badanku terlempar..sepertinya jauh dari tempat dimana aku berada, aku tidak mendengar teriakan Maryam dan tangisan Aisyah lagi, setelah itu tak tahu.
Baru aku dengar lagi Ibu yang menangis disampingku. Sepertinya aku tertidur pulas sekali, dan mataku..mengapa mataku diperban? Sesuatu terjadi dengan mataku, dimana Maryam dan Aisyah putri kecilku? aku tidak mendengarnya bersuara lagi.
" Ibu..aku dimana??? "
" Nak, kau sudah bangun?? "
" Dimana Maryam?? Dimana Aisyah?? Dimana aku??? "
" Sabar, nak..ikhlaskan semuanya. "
" Bapak? mengapa semua menangis?? dimana Maryam dan Aisyah?? aku dimana?? "
Tidak ku dengar jawaban dari Ibu dan Bapak (Kyai). Mencoba mengontrol diri sendiri saat ada orang yang membukakan perban mataku secara perlahan.
" Yusuf..coba buka pelan-pelan matanya.. "
Aku turuti perkataan dokter yang membukakan perbanku tadi, subhanallah! aku melihat cahaya! ada dua wanita dan satu pria paruh baya disekitarku. Baik aku akan menebak, itu adalah Ibuku, Bapak dan Ibu mertuaku. Alhamdulillah! Allah mendengar doaku selama ini.
" Terima kasih ya Rabb..akhirnya Kau amanahkan saya untuk dititipkan kedua bola mata untuk melihat sekitarku. melihat Ibuku, dan mertuaku, dan Maryam?? Aisyah?? "
" Dimana Maryam dan Aisyah, Bu?? aku ingin melihat anak dan istriku yang katanya sangat cantik. "
Lagi-lagi hanya bisu jawabannya. Aku tak tahu dimana anak dan istriku berada sekarang, semua diam membuatku bermain dengan teka teki jawaban. Semua menangis, entah..menangisiku yang kini sudah dapat melihat, atau Maryam dan Aisyah.......
***
Tiga hari sudah dari kesadaranku, dokter akhirnya mengizinkanku untuk kembali pulang ke rumah. Tiga hari sudah dari kesadaranku, aku tidak melihat dan mengetahui keberadaan anak dan istriku dimana dan bagaimana.
Sebelum meninggalkan rumah sakit, aku sempat berkaca untuk melihat diriku seperti apa. Alhamdulillah, aku bergumam dalam hati, ternyata aku tidak jelek-jelek amat untuk ukuran pria tampan. Hidupku sempurna dengan sepasang bola mata baruku. Belum, dimana Maryam dan Aisyah??
---
Sesampainya aku dirumah, aku melihat anak kecil menjawab salamku. Aisyah??! mungkin itu dia. Aku terburu-buru memasuki pekarangan rumah dan menghampiri suara dimana anak kecil itu berada. Subhanallah! Apakah ini Aisyah anakku?? kemana separuh kaki kanannya?? Putri kecilku kaki kanannya buntung. Aku menangis saat menggendongnya. Mungkin ini jawaban dari pertanyaanku selama di rumah sakit, kasihan putriku..sudah cantik kakinya buntung.
" Dimana Umi, nak?? "
" Disini, mas..aku Maryam istrimu. "
" Subhanallah..cantik sekali istriku. "
" Maryam?? "
Aku tak bisa menahan air mataku untuk jatuh terus menerus. Segala puji dalam hati aku tahmidkan mengiringi kesempurnaan hidupku sekarang, tapi tunggu! aku melihat hal menjanggal pada Maryam.
" Maryam, aku disini..lihat aku. Aku sudah bisa melihatmu sekarang. Kamu cantik sekali. "
" Mas..aku tidak bisa melihat sekarang. "
Rasa petir menyambar hatiku kala itu. Setahuku Maryam bisa melihat, mengapa sekarang tidak??
" Aku titip mataku ya, Mas..Biar matamu aku simpan baik-baik di mataku. "
" Jadi, penglihatanku ini adalah......"
Maryam menganggukkan kepala sambil tersenyum dan berkata " Itu mataku, Mas. "
Subhanallah! Aku menangis sambil memeluk anak dan istriku. Terima kasih ya Rabb, kini hidupku sempurna. Dikaruniai anak sekuat Aisyah yang tidak pernah mengeluh diberi kekurangan pada kakinya, diberi istri yang sholehah dan ikhlas menukarkan matanya demi penglihatan suaminya yang penuh kekurangan.
" Terima kasih ya Rabb..kini ku bisa melihat Maryam, istriku..ahli surga-Mu. Alhamdulillah."
Ceritanya bagus sekali sangat menggugah dan memiliki perasaan yang Islami..Subhanallah..
BalasHapushmmhmhm
BalasHapuskirain ending nya si mariam bakalan meninggal teh..
hhe
but good story enough !
teh kalo boleh kasih saran , hmhm cerita yg beda agama lebih unpredictable. sederhana tapi berkesan, kalau yg ini bagus sih tapi terlalu mudah di tebak saya rasa .
maaf yaa teh ini hanya masukan aja biar cerpen tteh lebih okey okey lagi .. hhe
ditunggu ni cerita cerita mengagumkan lainnya..
novel nya jugaa .. hheeee :)
good story enough :) hhe
BalasHapus@andika
BalasHapusmakasih ya.. ;)
@kendyd
ok deh kendyd..thx ya masukannya..
tunggu cerita yg lain../mungkin bukunya..amien.. ;)
okeee :)
BalasHapusKomentar ku:
BalasHapuskalau dipikir2...ending cerita ini sepertinya dipengaruhi film ungu violet yang dibintangi dian sastro ya haha
terus tokoh yusufnya mengingatkan saya pada he ah lee dan stevie wonder ya haha
nah tokoh maryam ini yang seperti nya terlalu sempurna...masak gak ada cacatnya sedikitpun...mirip tokoh azzam dalam novel AAC tapi versi perempuan haha
Kritik Ku (yang membangun haha):
suka banget awalnya...tersentuh malah...tengahnya juga oke...tapi endingnya maksa ah haha
hah??ungu violet??ahaha
BalasHapusmungkin..
tp, bedanya yg nyumbang matanya kan "fansnya Kalin yg meninggal pd akhirnya"
over all..makasih masukannya Bung Yes..membangun sekali buat lebih..lebih kreatif lg mikir buat next story.. thx a bunch ya (: