Judul : Atas Nama ALLAH
By : Rianne Luna Moonfang
****
*beep..beep*
" Assalamualaikum, adek.. kakak tunggu di tempat biasa ya..(pelataran mesjid dekat rak sepatu, tempat biasa Kak Qibty sendirian menunggu Anissa untuk mentoring)"
Anissapun mempercepat langkahnya menuju tempat yang sudah didatangi Kak Qibty lima menit yang lalu. Mukanya memerah kepanasan, keningnya berkeringat dan mukanya sedikit pucat karena berlari dari kelasnya yang berada di lantai delapan gedung fakultasnya hingga mesjid yang letaknya beradius tiga ratus meter dari gedung fakultas Anissa.
Dengan nafas tersenggal-senggal, Anissapun sampai ditempat yang sudah ia tujunya, lalu pamit sebentar untuk mengambil wudhu, tadarus bersama, dan...
" Materi hari ini apa, kak?? "
" CINTA "
" Wow?! Gak boleh lama-lama nih kayaknya, langsung bahas aja.hehe.. "
Sebelum memulai materi cinta hari itu, Kak Qibty bertanya pada Anissa, apakah dia sudah mempunyai kekasih atau belum?. Dengan malu Anissapun menjawab "sudah" dan menyebutkan nama kekasihnya..ya..nama panggilannya.
" Theo kak namanya "
Kak Qibty tersenyum mendengar jawaban Anissa, dia sedikit iri, mungkin karena sampai saat ini dia belum mempunyai kekasih. Islamnya kental sekali, keluarganya tidak mengenal apa itu "pacaran", hanya ta'aruf dan menikah. Itu mengapa Kak Qibty betah sendiri hingga saat ini.
" Belum mau nikah, dek.. nanti saja ta'arufnya. Kira-kira kriteria kamu seperti apa, dek?? "
" Gak macam-macam.. hanya cukup satu iman denganku saja, Kak. "
Panjang lebar Kak Qibty menjelaskan tentang cinta yang seharusnya semua orang gunakan kepada siapapun yang mereka cintai, hingga kesimpulannyapun Anissa kirim pada Theo lewat pesan singkat.
" Theo..aku cinta kamu karena ALLAH. "
Theo tidak membalas pesannya, mungkin dia sedang berkutat dengan bahan-bahan obat yang sedang dia racik dan pelajari di kelasnya, hingga malam dia menelepon Anissa dan menjawab isi pesannya langsung pada gendang telinga Anissa.
Anissa semakin cinta pada imam yang ALLAH kirim untuk melengkapi harinya itu. Hampir dua tahun mereka berpacaran jarak jauh. Bertemu saja jarang, apa lagi membuat pertemuan dengan keluarganya langsung, rasanya itu satu dari mimpi besar Anissa saat ini, semoga saja ALLAH merealisasikannya.amien.
****
Akhir pekan minggu ini, Theo dan keluarganya akan datang ke Bandung untuk menjenguk saudara jauhnya yang sedang terbaring sakit. Ya! Ini kesempatan Anissa untuk bertemu dengan keluarganya. Akhirnya ALLAH menjawab doa Anissa, diapun bertemu dengan Ayah, Ibu, Nenek, dan adik laki-laki Theo yang seumuran dengannya. Mereka menyuruh Anissa untuk mengantarkan ke tempat makan yang unik dan bercita rasa lezat di daerah kota Bandung, Ibu Theo menyuruh Anissa untuk duduk didepan, karena yang membawa mobil kali itu adalah Theo. Sambil menikmati jalanan, mata Anissa refleks melihat benda yang menggantung di kaca spion yang berada di dalam mobil ayah Theo tersebut, (Salib) ya..dia melihat jelas itu bentuk salib. Kondisinya tiba-tiba sangat ambigu. Mencoba meyakinkan hati kalau benda yang dia lihat itu memang bukan salib. Berkali-kali matanya terpejam lalu membelalak, dan memang benda yang Anissa lihat itu adalah salib.
Ingin rasanya Anissa bertanya akan keambiguannya pada Theo ketika itu, tapi??nanti sajalah..Dia hanya takut merusak suasana yang sangat jarang itu dengan prediksi terburuk yang terus melayang-layang dalam otaknya. Pembicaraan ditutup. Sore hari Theo beserta keluarganya kembali pulang setelah sebelumnya Theo mengantarkan Anissa pulang terlebih dahulu.
****
Malam itu nyali Anissa cukup banyak untuk memberanikan diri bertanya masalah benda yang dia lihat di mobil Theo akhir pekan lalu. Jawaban Theopun malah membuat Anissa semakin ambigu.
" Oh..memang salib. Udahlah..aku aja gak mempermasalahkan atribut mobilku itu. Cuma assesoris doang kok, Niss. "
Baik. Jawabannya sangat tidak membuat Anissa puas, tapi Anissa lebih memilih diam daripada harus membangunkan amarah Theo yang mudah untuk mengerang tiba-tiba.
Semalaman hati Anissa bertanya-tanya. Ingin sekali lagi mencoba meyakinkan hatinya untuk menelepon Theo kembali kemudian bertanya hal yang sama dengan harapan bukan assesoris lagi yang Theo ucapkan, tapi? Anissa memilih untuk mengambil wudhu kemudian shalat tahajud untuk menenangkan hatinya yang sedang kalut malam itu.
**
Hari sabtu. Dalam taksi diperjalanan Anissa menuju Mall yang berada di kawasan Cihampelas Bandung, matanya melihat sosok pria yang sedang berjalan masuk menuju gereja. Stelan rapih berkemeja putih, berdasi hijau tua, celana bahan, dan sepatu pentofel mengkilat dengan rambut terkesan basah oleh gel. Lelaki itu nampak sangat dia kenal baik. Karena penasaran, Anissapun menghentikan lajuan taksi, lalu turun dan menghampiri lelaki tersebut.
" Theo?? lagi apa kamu disini?? "
" Eh..Nis????? euh...mmmmm...lagi....lagi....oh ia..selamat sabat. "
Anissa nampak kaget dengan apa yang baru saja dia lihat, ditambah dengan jawaban Theo yang terbata-bata, seakan meyakinkan kalau kekasihnya itu memang tidak seiman dengannya.
" Theo??kamu??Christian?? "
Theo hanya diam, dan mengalihkan pandangannya ke sekeliling tanpa menjawab pertanyaan Anissa. Terdengar suara Anissa dengan nada memaksa, hingga nyaris menangis dan......
taaaaappppppppp >>>>>
" Alhamdulillah.. cuma mimpi. "
Suara adzan subuh membangunkannya dari mimpi penuh teka teki itu, semoga saja sholat kali ini semakin memberikan celah jalan jawaban yang selama ini mendominasi otak Anissa.
****
" Theo.. aku mau bicara empat mata secepatnya. Kapan kamu ke Bandung?? kalau sempat, balas pesanku segera. i love you. "
Tak lama menunggu, Theopun membalas pesan Anissa. Ia janjikan akhir pekan ini ia akan ke Bandung untuk menemui Anissa seperti biasa.
Berhari-hari Anissa menunggu kedatangan akhir pekan, sabtupun tiba dan Theo menepati omongannya beberapa hari yang lalu.
Anissa dan Theo pamit pergi makan malam dan menghabiskan waktu mereka di luar pada kedua orang tua Anissa dirumah, dan disinilah Anissa menemukan apa yang dia inginkan.
" Fetucini Carbonara dan Lasagnanya, silakan..selamat menikmati. "
Makananpun tiba, dan pembicaraanpun dimulai. Dengan detak jantung yang dia rasa tidak beres, Anissa memberanikan diri bertanya secara langsung kepada Theo mengenai apa yang sudah sempat mereka bahas lewat telepon beberapa hari yang lalu.
" Ehm.. hampir dua tahun aku pacaran sama kamu, aku masih gak tahu percis agama kamu apa? Ehm.. jangankan agamamu, nama lengkap kamupun aku tidak tahu.. "
" Kamu ingin aku menjawabnya Anissa?? "
Mengangguk perlahan tanpa menjawab sambil memakan sesendok demi sendok Lasagnanya, Anissa merasakan detak jantungnya yang kian berlari dengan tambahan speed yang maksimal. Tidak berani sama sekali Anissa menatap wajah Theo saat itu, dia hanya takut Theo marah padanya ditempat umum seperti ini, namun.. Theo menjawab pertanyaan perlahan dengan nada tenangl.
(Baik Theo..demi ALLAH aku sudah siap mendengar apa yang ingin kamu sampaikan..demi ALLAH..)
" Nama asliku Thoedoron.. Theodoron Cornelius Pusomah. Agamaku... "
" Agamamu??? "
" Menurutmu?? "
" Christian. "
" Bagaimana bisa kamu mengira seperti itu, Anissa?? "
" Cornelius menguatkan perkiraanku. Nama itu seperti nama baptis seorang christian. benarkan? "
" Aku seorang advenist, Anissa.. maaf kalau kamu kecewa. Selama ini aku sembunyikan agamaku karena aku tidak mau kamu tinggalkan aku hanya demi perbedaan keyakinan kita. Perkataanmu mengenai kriteria laki-laki yang kamu inginkan menjadi alasan kuat mengapa aku sembunyikan jati diri agamaku. "
" Lalu?? Apa kamu tidak memikirkan cerita yang akan kita rangkai beberapa tahun ke depan?? "
" Sempat aku memikirkan sesuatu saat ulangtahunmu ke-19 tahun lalu. Saat aku tanya apa harapanmu menjelang tahun kepala dua, jawabanmu membuatku dilema berat. "
" Apa?? Jawaban aku ingin menikah diusia muda?? "
" Ya. Satu sisi aku ingin menikahimu segera, disatu sisi aku bingung menikahimu dengan cara apa? Pemberkatan atau Akad. Ayah Ibumu haji, sedangkan ayahku? dia seorang Pendeta, bukan pegawai pajak seperti pengakuanku dulu. Jujur, aku sempat menangis saat malam sabat beberapa hari setelah kamu berkata targetmu di usia kepala dua nanti, tapi Jesus Christ seakan memberi jalan pada mimpiku malam itu.. aku tidak akan berkata apa-apa sebelum kamu yang bertanya, dan aku akan menjalani hubungan ini seperti aliran air. "
Traaaanggggggggggg...
Sendok ditangan Anissa terjatuh ke lantai, matanya berubah menyayu, tubuhnya mendadak melemas, dan air matanya dengan sendirinya terjatuh.
" Yakinkan aku kalau ini hanya mimpiku, Theo.. "
" Sayangnya kamu sedang tidak bermimpi, Anissa. "
" Lebih baik, malam ini kita akhiri saja. Aku ingin mendapatkan kriteriaku yang sebenarnya, bukan karena unsur pura-pura. "
" Tapi Anissa.. rasa sayangku sudah tidak bisa aku berikan untuk orang lain lagi. Ulang tahunmu tahun ini aku berencana akan melamarmu, kalau kita akhiri semuanya, bagaimana dengan niatku? "
" Itu urusanmu. Aku hanya ingin menikah dengan imamku, yang menikahiku dengan cara akad, dan bukan pemberkatan. Aku capek, sekarang antarkan aku pulang. "
Theo menyerah dan mengikuti apa yang Anissa inginkan. Malam itupun setelah mengantar Anissa pulang, Theopun kembali pulang ke kotanya. Sepanjang jalan Theo menangis dan sesekali menyesali apa yang sudah Tuhan berikan padanya.
Kemudi mobilnya ia arahkan ke gereja. Disana ia menangis dan sesekali berteriak menyesali hidupnya.
" Tanya pada hatimu, nak.. semua tergantung prinsipmu. Kalau kamu yakin dia jodohmu, lakukan yang terbaik untuk kalian, tapi jika tidak Tuhan telah siapkan rusuk kirimu yang masih rahasia. "
Theo kemudian menangis dipelukan Ayahnya. Ayahnya mengajak Theo untuk pulang dan istirahat agar kondisinya membaik selepas matahari terbangun esok pagi.
****
(Theodoron..Cornelius..Pusomah.. atas nama ALLAH aku cinta kamu..tapi sayang kamu bukan imamku. Imamku muslim, bukan Christian. Selamat tinggal Theo.. semoga ALLAH mempertemukanmu dengan jodohmu).
Tiga bulan sudah Anissa merasa kehilangan semangat hidupnya. Setiap mentoring dia selalu mengeluh pada Kak Qibty mengenai apa yang sudah ia alami selama tiga bulan belakangan ini. Ya. Sudah tiga bulan berlalu cerita berakhirnya hubungan Anissa dengan Theo berakhir. Sudah tiga bulan pula Theo menghilang tanpa kabar sedikitpun.
Sempat ingin Anissa menghubungi Theo, tapi dia takut perasaan ketidakrelaannya harus terbuka kembali. Anissa hanya takut hatinya kembali tertarik oleh magnet pesona dan kesantunan Theo lagi. Itu saja, lantas Anissa memilih untuk melarikan diri daripada harus terjebak oleh tantangan prinsipnya.
****
Jum'at pukul empat sore sepulangnya dari kampus, Anissa mendapati mobil ayah Theo yang didalamnya terdapat salib itu memarkir tenang dipelataran rumahnya. Keningnya mengkerut dan semakin mengkerut ketika langkahnya mendekat ke rumahnya.
" Assalamualaikum. "
" Waalaikumsalam.. Anissa..kita kedatangan tamu. Coba lihat siapa yang datang.. "
Dalam bibir pintu menuju ruang tamu Anissa menatap tanpa ekspresi kedatangan keluarga Theo yang sedang dijamu hangat oleh Ayah dan Ibu Anissa.
" Sini, nak..duduk samping Ibu. "
" Ini ada apa, Bu? kok ada Theo sama keluarganya? "
" Selamat sore, Anissa.. maaf, kedatangan kami sekeluarga bermaksud ingin mempertemukan anak kami Ahmad Yusuf Pusomah dengan kamu. Dia bermaksud untuk melamar kamu segera. "
" Hah?? Ahmad Yusuf Pusomah ?? anak kami?? melamar kamu?? Maaf Om, saya kurang mengerti perkataan Om itu apa. "
" Theodoron Cornelius Pusomah yang kini telah menjadi Ahmad Yusuf Pusomah berniat ingin melamar kamu. "
Mata Anissa manganga, nafasnya tertahan saat mengeluarkan nafas pendek, mulutnya setengah terbuka dan tubuhnya mendadak kaku tak bergerak sama sekali ketika Ayah Theo berkata lancar seperti itu.
" Ayahku memang pendeta dan tatep menjadi pendeta. Keluargaku memang Christian Advenist. Tapi, aku..sebentar lagi akan menikahimu secara Akad. Aku muslim sekarang. Keluargaku telah izinkanku untuk menganut keyakinan yang sama denganmu, muslim. Anissa Nurul Ayu Binti Hj. Abdul Maftuhah hari ini saya Ahmad Yusuf Pusomah Bin Agustinus Felix Pusomah berniat untuk melamarmu atas izin kedua orangtuamu dihari ulangtahun ke-20 mu hari ini. Sudikah kamu jika aku menjadi imammu kelak?? "
Anissa yang sedari tadi masih kurang yakin dengan kejadian yang sedang dia alaminya itu, kini harus merasakan bagaimana rasanya tertembak mati oleh perkataan pemuda yang ia kenal dengan nama Theodoron Cornelius Pusomah bukan Ahmad Yusuf Pusomah tersebut.
Anissa angkat bicara, bukan menjawab pertanyaan Theo tapi menyuruh Theo yang kini Ahmad Yusuf untuk membaca kalimat syahadat sebanyak tiga kali secara lantang didepannya untuk bukti bahwa ia benar-benar sudah menjadi seorang Ahmad Yusuf, bukan Theodoron lagi. Theo pun menyanggupi, membaca syahadat dengan lantang dan lancar, membuat air mata Anissa terjatuh dan berkata...
" Aku bersedia menjadikanmu sebagai imamku, Ahmad Yusuf Bin Agustinus Felix Pusomah. "
" Anissa Nurul Ayu Binti Hj. Abdul Maftuhah.. saya Ahmad Yusuf Pusomah cinta kamu atas nama ALLAH, Tuhanku. "
****
Tuhan telah siapkan jodoh kita secara rahasia, tanpa kita tahu dan kira. Kalau kita mencintai seseorang karenaNya dengan keikhlasan, insyALLAH Tuhan mendengar apa yang kita inginkan perihal jodoh kita kelak. Semoga kita dipertemukan dengan jodoh yang dapat mencintai kita atas nama ALLAH.
THE END
cerita yang sangat bagus...
BalasHapusakan lebih bagus lagi kalo dibikin novelnya..
keep writing....
wow!
BalasHapusprobably.. i want..
thx u ya Angga :)
doain aja biar bisa jadi novel (yg gk tau kpn jadinya) hehehe
keep reading..
cerpen lain menanti..hihihi
hmm...cerita nya menarik ne ....
BalasHapusLove this one !
Ini seperti Cerita sambil dakwah, Menarik nih ne ....
Ikank baca lagi yang lain nya yah :)
terus NULIS ne !...
hehehe..
BalasHapusbiar seperti dakwah..yg penting nyampe aja deh pesen moralnya..
thx u Ikank..
keep reading..
dtunggu commentnya di tulisan yg lain ;)